IDENTITAS
Nama : Nafillah Ruth Sabilana
NIM : 160210103064
Tempat, Tanggal Lahir : Banyuwangi, 10 September 1998
Alamat
a. Asal :
Jalan Kemuning no.36 Lingkungan Sukorojo Banyuwangi
b. Kost :
Jalan Kalimantan X no 101-103 Jember
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Asal Sekolah : SMAN 1 Giri
Alamat Blog :
nrsabilana.blogspot.com
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jember
Program Studi : Pendidikan Biologi
Kelompok : Tulip (Tulipa sylvestris)
Pendamping : Mega Anggun
Puspita, Siti Magfiroh, Shinta Wulandari
PERAN
PENTING PENDIDIKAN BAGI ANAK SUKU DALAM
Nafillah
Ruth Sabilana
Universitas
Negeri Jember
ABSTRAK
Pendidikan
adalah suatu komponen penting bagi manusia. Tanpa pendidikan manusia tidak akan
paham dan mengerti bagaimana dia dapat berkembang, tanpa dilandasi dengan
ilmu-ilmu pendidikan manusia tidak akan mengerti indah nya dunia. Pendidikan
dimulai sejak dini hingga dewasa. Pendidikan itu tak terbataskan, pendidikan
dapat di dikerjakan oleh siapapun tanpa memandang derajat setiap pelakunnya.
Begitu pula anak suku dalam, anak suku dalam mempunyai hak untuk mendapatkan
pendidikan yang telah banyak dicanangkan pemerintah. Mereka layak untuk dapat
meningkatkan kesejahteraannya dalam menjalani kehidupan. Banyak ditemukan
beberapa persoalan minimnya pendidikan anak suku dalam. Diharapkan pemerintah dapat meminimalisasikan
rendah nya pendidikan anak suku dalam.
Kata kunci : Pendidikan, Anak suku
dalam, pemerintah
PENDAHULUAN
Indonesia
kaya akan budaya, hampir disetiap provinsi memiliki ciri khas budaya
masing-masing. Di Indonesia banyak ditemukan etnik-etnik tertentu, mereka
bertempat tinggal di pusat kota sampai ke pelosok-pelosok negeri.Mereka yang
hidup di kota akan merasakan hiruk pikuknya kehidupan kota. Dan mereka yang
tinggal di pelosok-pelosok merasakan bagaimana hidup menyatu dengan alam, hidup
dengan ketergantungan kepada alam. Mereka hidup diantara rerimbunan pohon
besar, sehingga sering disebuat Orang Rimba. Kehidupan mereka yang menyatu
dengan sering terabaikan. Baik kesejahteraan mereka begitu pula pendidikan
mereka. Banyak dari mereka yang dari kecil memang tidak ditunjukkan apa itu
pendidikan, bagaimana itu pendidikan dan apa pentingnya itu pendidikan. Minimnya
penerapan pendidikan di pelosok ini memungkinkan terjadinya kesenjangan
pendidikan sehingga menyebabkan tertinggalnya Orang Rimba dalam dunia
pendidikan.
Pendidikan
merupakan hak bagi setiap anak bangsa yang harus terpenuhi. Selain sebagai hak,
pendidikan merupakan salah satu elemen penting bagi kemajuan suatu negara.
Negara dikatakan negara maju diukur dari bagaimana pendidikan yang diterapkan.
Negara tersebut. Oleh karena itu setiap anak Indonesia layak mendapat
pendidikan sesuai apa yang sudah dicanangkan pemerintah, semua anak Indonesia
layak mendapatkan fasilitas-fasilitas pendidikan yang diberikan pemerintah.
Sehingga diamnapun mereka berada, mereka tetap punya hak untuk menikmati
fasilitas-fasilitas pendidikan yang diberikan pemerintah.
Pendidikan
adalah suatu hal penting bagi setiap manusia, pendidikan merupakan modal utama
bagi mereka menjalankan kehidupan sehari-hari. Pendidikan dapat mensejahterakan
kehidupan manusia baik sekarang maupun kedepannya.
Kualitas
suku anak dalam bergantung banyak hal
salah satunya adalah pendidikan yang layak seperti apa yang manusia lain
dapatkan. Namun di era modern ini
seolah-olah anak suku dalam tersingkirkan. Kemajuan pendidikan anak suku dalam
tidak hanya pemerintah yang menjadi peran utamanya, melainkan sesama manusia
harus saling membantu karena ini menyangkut kesejahteraan bersama.
Anak
suku dalam layak mendapatkan pendidikan yang lebih untuk medapatkan
kesejahteraan. Kehidupan mereka yang bergantung pada alam perlu diberikan
pendidikan untuk menjaga ekosistem lingkungan hidup mereka agar apa yang ada
lingkungan sekitar meraka tidak mengalami kepunahan. Selain itu, dengan
pendidikan mereka akan dapat merencanakan kehidupan mereka masa mendatang.
Dengan begitu mereka tidak akan merasa dipinggirkan. Peran pemerintah dan
masyarakat merupakan komponen penting dalam penerapan pendidikan daerah pelosok
anak suku dalam.
Tujuan
pembuatan artikel ilmiah ini adalah untuk menginformasikan bagaimana kehidupan
anak suku dalam menurut beberapa sumber. Karena pendidikan anak suku dalam
merupakan hal penting yang perlu kita tahu. Dengan informasi ini mengajak
seluruh elemen masyarakat bahu-membahu dalam memperjuangkan pendidikan anak
bangsa, dan demi kemajuan pendidikan negara Indonesia.
PEMBAHASAN
Indonesia memiliki etnik dan kebudayaan yang beragam. Masing-masing daerah
saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun
kebudayaan yang berasal dari luar. Salah satu kebudayaan tersebut adalah Suku
Anak Dalam. Suku Anak Dalam terdapat di daerah Jambi dan Sumatera Selatan. Suku
Anak Dalam belum terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia karena Suku Anak
Dalam sudah sangat langka dan mereka tinggal di tempat-tempat terpencil yang
jauh dari jangkauan masyarakat umum.
Suku Anak Dalam disebut juga Suku Kubu atau Orang Rimba. Hidup mereka
secara nomaden atau tidak menetap dan menggantungkan hidupnya pada berburu dan
meramu, walaupun diantara mereka sudah banyak yang telah memiliki lahan
berkebun ataupun pertanian.
Orang Rimba merupakan sebutan lain untuk Suku Anak Dalam yang tinggal di
pedalaman rimba. Istilah “Orang Rimba” dianggap orang rimba sendiri lebih
sesuai dengan kehidupan mereka yang tinggal di rimba dan “tidak mau” keluar
dari hutan. Ketidakmauan mereka keluar dari hutan ini berkaitan erat dengan
dunia mereka yang menganggap bahwa hutan adalah tempat hidup dan rumah mereka
sejak dulu (Butet Manurung, 2007).
Hidup nomaden dan semi nomaden (berpindah-pindah) di
dalam hutan luas, tempat para dewa-dewa, jin, dan setan mereka juga ikut
tinggal di kolong dedaunan yang sama. Mereka mencukupi kebutuhan hidup dari
hasil alam. Alam adalah segala-galanya bagi mereka. Merekalah gambaran
kehidupan manusia di zaman meramu dan berburu ratusan bahkan ribuan tahun lalu.
Sistem barter pun masih tetap mewarnai kehidupan ekonomi Orang Rimba ini. Walau
sesekali mereka berjualan hasil hutan di desa-desa pinggir hutan, dan
mendapatkan sedikit uang. Namun Se-kuno apapun manusia peninggalan pra-sejarah
ini, kita harus menyadarinya, bahwa
mereka tetap bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia (Butet Manurung,
2007).
Orang Rimba yang tak mengenal baca tulis dan
hitung-berhitung ini pun tak luput dari beratnya cobaan hidup. Mereka yang
mencintai hutan, mengasihi, dan merawat peninggalan leluhur tersebut, tidak
pernah tahu bahwa manusia yang hidup dalam dimensi waktu yang berbeda di
pinggir hutan telah merusak alam dan hutan mereka.
Hutan ialah rumah dan sumber penghidupan orang rimba.
Mereka sangat memahami bahwa bumi menyediakan makanan cukup untuk kebutuhan
setiap orang, tetapi bukan untuk keserakahannya. Karena itu pula, mereka
menyatu dengan hutan dalam
tatanan kearifan lokal. Ironisnya, karena keserakahan kawasan hutan yang
menjadi permukiman orang rimba secara turun-temurun dibiarkan dibabat. Inilah
negara yang pada satu sisi mendewakan secara berlebihan penanam modal, tetapi
pada sisi lain membiarkan dengan penuh kesadaran orang rimba terpinggirkan, bahkan tersingkir
dari akar budayanya lewat pembabatan hutan yang sungguh ironis dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab.Perlindungan terhadap orang rimba di negeri ini cuma manis dimulut saja,
tetapi miskin, sangat miskin, dalam penerapannya. Sebagai contoh, lewat Keputusan Presiden Nomor 111
Tahun 1999, sebutan suku terasing diubah menjadi komunitas adat terpencil.
Orang Rimba yang lugu dan polos itu bertahan hidup di
hutan, berburu, mencintai alam, dan menjaga alam. Pada awalnya, para individu Suku Anak Dalam cenderung memiliki pandangan
atau persepsi negatif terhadap pendidikan formal. Fenomena tersebut terkait
dengan ajaran dari orang tua, temenggung (kepala suku), dan bahkan nenek moyang
mereka yang mengasumsikan bahwa pendidikan yang diterima dari sekolah bukanlah
sebuah kegiatan yang wajib untuk dilakukan. Alasannya dengan mengikuti kegiatan
belajar di sekolah, maka waktu mereka untuk melakukan kegiatan seperti berhutan
menjadi terabaikan, sehingga yang kemudian muncul adalah mereka akan meninggal
karena tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dari berhutan. Pendidikan
formal atau bersekolah adalah salah satu fenomena yang relatif baru bagi
individu Suku Anak Dalam. Sebelumnya, mereka tidak pernah diperkenalkan adanya istilah pendidikan
maupun istilah bersekolah.
Terkait dalam hal ini adalah kemunculan pengetahuan baru dari pengalaman
individu Suku Anak Dalam mengenai pendidikan yang diperolehnya, serta
menghasilkan beberapa pandangan yang berhasil dimaknai oleh individu Suku Anak
Dalam. Persepsi awal dari Suku Anak Dalam terhadap pendidikan yang terbentuk
cenderung negatif. Namun, seiring dengan terus dilakukannya sosialisasi oleh
pemerintah tentang pentingnya pendidikan serta adanya faktor pendorong internal
(cita-cita hidup) dalam diri individu Suku Anak Dalam, sebagian individu Suku
Anak Dalam cenderung menjadi lebih aktif untuk mengikuti kegiatan belajar di
sekolah. Bahkan, pemerintah membangun Sekolah Dasar khusus bagi Suku Anak
Dalam. Persepsi individu Suku Anak Dalam terhadap pendidikan formal yang pada
awalnya menganggap bahwa pendidikan adalah ajaran yang tidak benar, dalam
perkembangannya cenderung mulai mengalami perubahan, dan bahkan Suku Anak Dalam
telah bersekolah dan menempati rumah yang disediakan oleh pemerintah.
Dengan berjalannya waktu Suku Anak
Dalam cenderung memaknai pendidikan
dan bersekolah merupakan salah satu hal yang menyenangkan yang mereka rasakan sekaligus
menguntungkan. Fenomena paling menonjol terkait dengan makna pendidikan bagi individu Suku Anak Dalam adalah bahwa dengan mengikuti pelajaran di sekolah mereka memiliki gambaran tentang cita-cita hidup. Hal tersebut menggambarkan adanya perubahan dalam memahami makna pendidikan formal yang diterima oleh individu Suku Anak Dalam.
Pada awalnya keinginan Anak Suku Dala bersekolah terbentuk bukan karena adanya
dorongan pribadi (faktor internal) dari individu Suku Anak Dalam melainkan para informan
mengatakan bahwasannya alasan pertama Suku Anak Dalam bersekolah lebih kepada faktor
eksternal, yaitu dorongan dari orang tua mereka. Alasan orang tua Suku Anak
Dalam meminta anaknya untuk bersekolah pun bukan tanpa alasan, para orang tua
mengatakan, dengan bersekolah maka akan diberikan makanan serta pakaian baru
tanpa dipungut biaya. Kemampuan mengoperasikan benda elektronik juga menjadi salah satu pengalaman berbeda yang sebelumnya tidak mereka dapatkan. Kemampuan mengoperasikan benda elektronik lainnya seperti handphone juga menjadi salah satu pengalaman baru bagi Suku Anak Dalam. Ketika Suku Anak Dalam sebelum bersekolah, mereka hanya menggunakan handphone sekedar untuk menonton televisi dan memutar lagu, kini mereka mampu mengoperasikan kegunaan handphone tersebut, selain untuk berkomunikasi mereka telah mampu mengakses facebook dari handphone mereka. Dengan bersekolah dan belajar menjadikan mereka memiliki kemampuan untuk membaca serta menulis, memiliki kemampuan bersosialisasi dan bernegosiasi. Dibandingkan dengan ketika Suku Anak Dalam belum bersekolah, Suku Anak Dalam tidak pernah berhubungan, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan orang luar, meskipun pernah, interaksinya hanya terjadi beberapa kali dan tidak sesering sekarang. Hal ini terjadi dikarenakan kehidupan Suku Anak Dalam yang lebih banyak berada di hutan. Sebelum sekolah, Suku Anak Dalam keluar dari hutan hanya ketika hendak menjual hasil hutan mereka. Berbeda dengan ketika Suku Anak Dalam telah bersekolah seperti sekarang, bagi Suku Anak Dalam yang telah bersekolah, bersosialisasi dengan orang luar kini lebih sering terjadi. Hal ini terjadi karena selain di sekolah mereka harus bersosialisasi dengan orang luar, kehidupan sehari-hari juga menuntut Suku Anak Dalan untuk lebih sering bersosialisasi dengan orang luar, karena perumahan yang Suku Anak Dalam tempati berada di lingkungan dan di sekitar rumah warga atau hampir semua tetangga mereka adalah orang luar. Dengan berpindah serta bertempat tinggal Suku Anak Dalam di sekitar atau bertetangga dengan orang luar telah merubah anggapan serta persepsi Suku Anak Dalam terhadap orang luar. Dengan berteman dengan orang luar komunikasi serta interaksi mereka menjadi semakin baik dan semakin sering. Fenomena tersebut membuat mereka saling membuka diri satu sama lain.
dan bersekolah merupakan salah satu hal yang menyenangkan yang mereka rasakan sekaligus
menguntungkan. Fenomena paling menonjol terkait dengan makna pendidikan bagi individu Suku Anak Dalam adalah bahwa dengan mengikuti pelajaran di sekolah mereka memiliki gambaran tentang cita-cita hidup. Hal tersebut menggambarkan adanya perubahan dalam memahami makna pendidikan formal yang diterima oleh individu Suku Anak Dalam.
Pada awalnya keinginan Anak Suku Dala bersekolah terbentuk bukan karena adanya
dorongan pribadi (faktor internal) dari individu Suku Anak Dalam melainkan para informan
mengatakan bahwasannya alasan pertama Suku Anak Dalam bersekolah lebih kepada faktor
eksternal, yaitu dorongan dari orang tua mereka. Alasan orang tua Suku Anak
Dalam meminta anaknya untuk bersekolah pun bukan tanpa alasan, para orang tua
mengatakan, dengan bersekolah maka akan diberikan makanan serta pakaian baru
tanpa dipungut biaya. Kemampuan mengoperasikan benda elektronik juga menjadi salah satu pengalaman berbeda yang sebelumnya tidak mereka dapatkan. Kemampuan mengoperasikan benda elektronik lainnya seperti handphone juga menjadi salah satu pengalaman baru bagi Suku Anak Dalam. Ketika Suku Anak Dalam sebelum bersekolah, mereka hanya menggunakan handphone sekedar untuk menonton televisi dan memutar lagu, kini mereka mampu mengoperasikan kegunaan handphone tersebut, selain untuk berkomunikasi mereka telah mampu mengakses facebook dari handphone mereka. Dengan bersekolah dan belajar menjadikan mereka memiliki kemampuan untuk membaca serta menulis, memiliki kemampuan bersosialisasi dan bernegosiasi. Dibandingkan dengan ketika Suku Anak Dalam belum bersekolah, Suku Anak Dalam tidak pernah berhubungan, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan orang luar, meskipun pernah, interaksinya hanya terjadi beberapa kali dan tidak sesering sekarang. Hal ini terjadi dikarenakan kehidupan Suku Anak Dalam yang lebih banyak berada di hutan. Sebelum sekolah, Suku Anak Dalam keluar dari hutan hanya ketika hendak menjual hasil hutan mereka. Berbeda dengan ketika Suku Anak Dalam telah bersekolah seperti sekarang, bagi Suku Anak Dalam yang telah bersekolah, bersosialisasi dengan orang luar kini lebih sering terjadi. Hal ini terjadi karena selain di sekolah mereka harus bersosialisasi dengan orang luar, kehidupan sehari-hari juga menuntut Suku Anak Dalan untuk lebih sering bersosialisasi dengan orang luar, karena perumahan yang Suku Anak Dalam tempati berada di lingkungan dan di sekitar rumah warga atau hampir semua tetangga mereka adalah orang luar. Dengan berpindah serta bertempat tinggal Suku Anak Dalam di sekitar atau bertetangga dengan orang luar telah merubah anggapan serta persepsi Suku Anak Dalam terhadap orang luar. Dengan berteman dengan orang luar komunikasi serta interaksi mereka menjadi semakin baik dan semakin sering. Fenomena tersebut membuat mereka saling membuka diri satu sama lain.
KESIMPULAN
Pada awalnya, Suku Anak Dalam cenderung memiliki persepsi
negatif terhadap pendidikan yang disosialisasikan oleh pemerintah. Hal itu
terjadi karena bertentangan dengan ajaran nenek moyang mereka, sehingga Suku
Anak Dalam merasa tidak perlu bersekolah. Namun seiring dengan perkembangan
waktu, persepsi mereka mulai berubah. Suku Anak Dalam merasa senang dengan
bersekolah, karena ketika bersekolah mereka akan mendapatkan makanan serta
beberapa fasilitas yang dibagikan oleh pihak sekolah. Ada beberapa faktor yang
akhirnya mampu membuat para Suku Anak Dalam antusias menerima pendidikan.
Penerimaan
Suku Anak Dalam dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, seperti adanya
imbalan atau sesuatu yang menarik yang diberikan dan disampaikan oleh
pemerintah. Serta adanya dorongan atau ‘perintah’ dari orang tua mereka untuk
bersekolah. Meskipun dorongan itu datang dari orang tua mereka dilatar
belakangi dengan adanya imbalan berupa akan
dibagikannya pakaian baru (seragam sekolah) dan makanan oleh pihak sekolah.
dibagikannya pakaian baru (seragam sekolah) dan makanan oleh pihak sekolah.
Dengan bersekolahnya Suku Anak Dalam, pengalaman-pengalaman baru didapat oleh mereka. Mereka menemukan dan memiliki banyak teman baru serta bersosialisasi dengan
orang luar (bukan Suku Anak Dalam) menjadi pengalaman baru yang didapat
ketika bersekolah. Dalam pemberian beberapa fasilitas mereka mampu menggunakan dan mengoptimalkan peralatan elektronik, memiliki kemampuan membuat serta log in sosial media seperti facebook di handphone juga dimiliki oleh individu Suku Anak Dalam setelah
bersekolah. Hal ini didasari pada kemampuan yang diberikan seperti menulis, membaca, dan berbahasa Inggris ketika mereka bersekolah.
Sedikit dipoles lagi, oke... XD
BalasHapusMana latar belakang, tinjauan Pustaka, tujuan dan metodenya?
BalasHapusCasinos Near Harrah's Casino - Mapyro
BalasHapusFind Casinos Near Harrah's Casino, Clark 포천 출장안마 County, LA near Harrah's 대구광역 출장마사지 Casino. 제천 출장샵 The only casino located in Clark County that 이천 출장마사지 you 출장샵 may drive, Harrah's Casino is