Jumat, 16 September 2016

Peran Penting Pendidikan Bagi Suku Anak Dalam

IDENTITAS

Nama                                       : Nafillah Ruth Sabilana
NIM                                        : 160210103064
Tempat, Tanggal Lahir            : Banyuwangi, 10 September 1998
Alamat
a.           Asal                                       : Jalan Kemuning no.36 Lingkungan Sukorojo Banyuwangi
b.           Kost                                       : Jalan Kalimantan X no 101-103 Jember
Agama                                     : Islam
Jenis Kelamin                          : Perempuan
Asal Sekolah                           : SMAN 1 Giri
Alamat Blog                            : nrsabilana.blogspot.com
Fakultas                                   : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
                                                   Universitas Negeri Jember
Program Studi                         : Pendidikan Biologi
Kelompok                               : Tulip (Tulipa sylvestris)
Pendamping                            : Mega Anggun Puspita, Siti Magfiroh, Shinta Wulandari













PERAN PENTING PENDIDIKAN BAGI ANAK SUKU DALAM

Nafillah Ruth Sabilana
Universitas Negeri Jember

ABSTRAK

            Pendidikan adalah suatu komponen penting bagi manusia. Tanpa pendidikan manusia tidak akan paham dan mengerti bagaimana dia dapat berkembang, tanpa dilandasi dengan ilmu-ilmu pendidikan manusia tidak akan mengerti indah nya dunia. Pendidikan dimulai sejak dini hingga dewasa. Pendidikan itu tak terbataskan, pendidikan dapat di dikerjakan oleh siapapun tanpa memandang derajat setiap pelakunnya. Begitu pula anak suku dalam, anak suku dalam mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang telah banyak dicanangkan pemerintah.  Mereka layak untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya dalam menjalani kehidupan. Banyak ditemukan beberapa persoalan minimnya pendidikan anak suku dalam.  Diharapkan pemerintah dapat meminimalisasikan rendah nya pendidikan anak suku dalam.                                       
Kata kunci : Pendidikan, Anak suku dalam, pemerintah






PENDAHULUAN

            Indonesia kaya akan budaya, hampir disetiap provinsi memiliki ciri khas budaya masing-masing. Di Indonesia banyak ditemukan etnik-etnik tertentu, mereka bertempat tinggal di pusat kota sampai ke pelosok-pelosok negeri.Mereka yang hidup di kota akan merasakan hiruk pikuknya kehidupan kota. Dan mereka yang tinggal di pelosok-pelosok merasakan bagaimana hidup menyatu dengan alam, hidup dengan ketergantungan kepada alam. Mereka hidup diantara rerimbunan pohon besar, sehingga sering disebuat Orang Rimba. Kehidupan mereka yang menyatu dengan sering terabaikan. Baik kesejahteraan mereka begitu pula pendidikan mereka. Banyak dari mereka yang dari kecil memang tidak ditunjukkan apa itu pendidikan, bagaimana itu pendidikan dan apa pentingnya itu pendidikan. Minimnya penerapan pendidikan di pelosok ini memungkinkan terjadinya kesenjangan pendidikan sehingga menyebabkan tertinggalnya Orang Rimba dalam dunia pendidikan.
            Pendidikan merupakan hak bagi setiap anak bangsa yang harus terpenuhi. Selain sebagai hak, pendidikan merupakan salah satu elemen penting bagi kemajuan suatu negara. Negara dikatakan negara maju diukur dari bagaimana pendidikan yang diterapkan. Negara tersebut. Oleh karena itu setiap anak Indonesia layak mendapat pendidikan sesuai apa yang sudah dicanangkan pemerintah, semua anak Indonesia layak mendapatkan fasilitas-fasilitas pendidikan yang diberikan pemerintah. Sehingga diamnapun mereka berada, mereka tetap punya hak untuk menikmati fasilitas-fasilitas pendidikan yang diberikan pemerintah.
            Pendidikan adalah suatu hal penting bagi setiap manusia, pendidikan merupakan modal utama bagi mereka menjalankan kehidupan sehari-hari. Pendidikan dapat mensejahterakan kehidupan manusia baik sekarang maupun kedepannya.
            Kualitas  suku anak dalam bergantung banyak hal salah satunya adalah pendidikan yang layak seperti apa yang manusia lain dapatkan.  Namun di era modern ini seolah-olah anak suku dalam tersingkirkan. Kemajuan pendidikan anak suku dalam tidak hanya pemerintah yang menjadi peran utamanya, melainkan sesama manusia harus saling membantu karena ini menyangkut kesejahteraan bersama.
            Anak suku dalam layak mendapatkan pendidikan yang lebih untuk medapatkan kesejahteraan. Kehidupan mereka yang bergantung pada alam perlu diberikan pendidikan untuk menjaga ekosistem lingkungan hidup mereka agar apa yang ada lingkungan sekitar meraka tidak mengalami kepunahan. Selain itu, dengan pendidikan mereka akan dapat merencanakan kehidupan mereka masa mendatang. Dengan begitu mereka tidak akan merasa dipinggirkan. Peran pemerintah dan masyarakat merupakan komponen penting dalam penerapan pendidikan daerah pelosok anak suku dalam.
            Tujuan pembuatan artikel ilmiah ini adalah untuk menginformasikan bagaimana kehidupan anak suku dalam menurut beberapa sumber. Karena pendidikan anak suku dalam merupakan hal penting yang perlu kita tahu. Dengan informasi ini mengajak seluruh elemen masyarakat bahu-membahu dalam memperjuangkan pendidikan anak bangsa, dan demi kemajuan pendidikan negara Indonesia.




PEMBAHASAN

Indonesia memiliki etnik dan kebudayaan yang beragam. Masing-masing daerah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun kebudayaan yang berasal dari luar. Salah satu kebudayaan tersebut adalah Suku Anak Dalam. Suku Anak Dalam terdapat di daerah Jambi dan Sumatera Selatan. Suku Anak Dalam belum terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia karena Suku Anak Dalam sudah sangat langka dan mereka tinggal di tempat-tempat terpencil yang jauh dari jangkauan masyarakat umum.
Suku Anak Dalam disebut juga Suku Kubu atau Orang Rimba. Hidup mereka secara nomaden atau tidak menetap dan menggantungkan hidupnya pada berburu dan meramu, walaupun diantara mereka sudah banyak yang telah memiliki lahan berkebun ataupun pertanian.
Orang Rimba merupakan sebutan lain untuk Suku Anak Dalam yang tinggal di pedalaman rimba. Istilah “Orang Rimba” dianggap orang rimba sendiri lebih sesuai dengan kehidupan mereka yang tinggal di rimba dan “tidak mau” keluar dari hutan. Ketidakmauan mereka keluar dari hutan ini berkaitan erat dengan dunia mereka yang menganggap bahwa hutan adalah tempat hidup dan rumah mereka sejak dulu (Butet Manurung, 2007).

Hidup nomaden dan semi nomaden (berpindah-pindah) di dalam hutan luas, tempat para dewa-dewa, jin, dan setan mereka juga ikut tinggal di kolong dedaunan yang sama. Mereka mencukupi kebutuhan hidup dari hasil alam. Alam adalah segala-galanya bagi mereka. Merekalah gambaran kehidupan manusia di zaman meramu dan berburu ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Sistem barter pun masih tetap mewarnai kehidupan ekonomi Orang Rimba ini. Walau sesekali mereka berjualan hasil hutan di desa-desa pinggir hutan, dan mendapatkan sedikit uang. Namun Se-kuno apapun manusia peninggalan pra-sejarah ini,  kita harus menyadarinya, bahwa mereka tetap bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia (Butet Manurung, 2007).
Orang Rimba yang tak mengenal baca tulis  dan hitung-berhitung ini pun tak luput dari beratnya cobaan hidup. Mereka yang mencintai hutan, mengasihi, dan merawat peninggalan leluhur tersebut, tidak pernah tahu bahwa manusia yang hidup dalam dimensi waktu yang berbeda di pinggir hutan telah merusak alam dan hutan mereka.
Hutan ialah rumah dan sumber penghidupan orang rimba. Mereka sangat memahami bahwa bumi menyediakan makanan cukup untuk kebutuhan setiap orang, tetapi bukan untuk keserakahannya. Karena itu pula, mereka menyatu dengan  hutan dalam tatanan kearifan lokal. Ironisnya, karena keserakahan kawasan hutan yang menjadi permukiman orang rimba secara turun-temurun dibiarkan dibabat. Inilah negara yang pada satu sisi mendewakan secara berlebihan penanam modal, tetapi pada sisi lain membiarkan dengan penuh kesadaran  orang rimba terpinggirkan, bahkan tersingkir dari akar budayanya lewat pembabatan hutan yang sungguh ironis  dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.Perlindungan terhadap orang rimba di negeri ini cuma manis dimulut saja, tetapi miskin, sangat miskin, dalam penerapannya. Sebagai contoh, lewat Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 1999, sebutan suku terasing diubah menjadi komunitas adat terpencil.
Orang Rimba yang lugu dan polos itu bertahan hidup di hutan, berburu, mencintai alam, dan menjaga alam. Pada awalnya, para individu Suku Anak Dalam cenderung memiliki pandangan atau persepsi negatif terhadap pendidikan formal. Fenomena tersebut terkait dengan ajaran dari orang tua, temenggung (kepala suku), dan bahkan nenek moyang mereka yang mengasumsikan bahwa pendidikan yang diterima dari sekolah bukanlah sebuah kegiatan yang wajib untuk dilakukan. Alasannya dengan mengikuti kegiatan belajar di sekolah, maka waktu mereka untuk melakukan kegiatan seperti berhutan menjadi terabaikan, sehingga yang kemudian muncul adalah mereka akan meninggal karena tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dari berhutan. Pendidikan formal atau bersekolah adalah salah satu fenomena yang relatif baru bagi individu Suku Anak Dalam. Sebelumnya, mereka tidak pernah diperkenalkan adanya istilah pendidikan maupun istilah bersekolah.
Terkait dalam hal ini adalah kemunculan pengetahuan baru dari pengalaman individu Suku Anak Dalam mengenai pendidikan yang diperolehnya, serta menghasilkan beberapa pandangan yang berhasil dimaknai oleh individu Suku Anak Dalam. Persepsi awal dari Suku Anak Dalam terhadap pendidikan yang terbentuk cenderung negatif. Namun, seiring dengan terus dilakukannya sosialisasi oleh pemerintah tentang pentingnya pendidikan serta adanya faktor pendorong internal (cita-cita hidup) dalam diri individu Suku Anak Dalam, sebagian individu Suku Anak Dalam cenderung menjadi lebih aktif untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Bahkan, pemerintah membangun Sekolah Dasar khusus bagi Suku Anak Dalam. Persepsi individu Suku Anak Dalam terhadap pendidikan formal yang pada awalnya menganggap bahwa pendidikan adalah ajaran yang tidak benar, dalam perkembangannya cenderung mulai mengalami perubahan, dan bahkan Suku Anak Dalam telah bersekolah dan menempati rumah yang disediakan oleh pemerintah.
Dengan berjalannya waktu  Suku Anak Dalam cenderung memaknai pendidikan
dan bersekolah merupakan salah satu hal yang menyenangkan yang mereka rasakan sekaligus
menguntungkan. Fenomena paling menonjol terkait dengan  makna pendidikan bagi individu Suku Anak Dalam adalah bahwa dengan mengikuti pelajaran di sekolah mereka memiliki gambaran tentang cita-cita hidup. Hal tersebut menggambarkan adanya perubahan dalam memahami makna pendidikan formal yang diterima oleh individu Suku Anak Dalam.
            Pada awalnya keinginan Anak Suku Dala bersekolah terbentuk bukan karena adanya
dorongan pribadi (faktor internal) dari individu Suku Anak Dalam melainkan para informan
mengatakan bahwasannya alasan pertama Suku Anak Dalam bersekolah lebih kepada faktor
eksternal, yaitu dorongan dari orang tua mereka. Alasan orang tua Suku Anak
Dalam meminta anaknya untuk bersekolah pun bukan tanpa alasan, para orang tua
mengatakan, dengan bersekolah maka akan diberikan makanan serta pakaian baru
tanpa dipungut biaya. Kemampuan mengoperasikan benda elektronik juga menjadi salah satu pengalaman berbeda yang sebelumnya tidak mereka dapatkan. Kemampuan mengoperasikan benda elektronik lainnya seperti handphone juga menjadi salah satu pengalaman baru bagi Suku Anak Dalam. Ketika Suku Anak Dalam sebelum bersekolah, mereka hanya menggunakan handphone sekedar untuk menonton televisi dan memutar lagu, kini mereka mampu mengoperasikan kegunaan handphone tersebut, selain untuk berkomunikasi mereka telah mampu mengakses facebook dari handphone mereka. Dengan bersekolah dan belajar menjadikan mereka memiliki kemampuan untuk membaca serta menulis, memiliki kemampuan bersosialisasi dan bernegosiasi. Dibandingkan dengan ketika Suku Anak Dalam belum bersekolah, Suku Anak Dalam tidak pernah berhubungan, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan orang luar, meskipun pernah, interaksinya hanya terjadi beberapa kali dan tidak sesering sekarang. Hal ini terjadi dikarenakan kehidupan Suku Anak Dalam yang lebih banyak berada di hutan. Sebelum sekolah, Suku Anak Dalam keluar dari hutan hanya ketika hendak menjual hasil hutan mereka. Berbeda dengan ketika Suku Anak Dalam telah bersekolah seperti sekarang, bagi Suku Anak Dalam yang telah bersekolah, bersosialisasi dengan orang luar kini lebih sering terjadi. Hal ini terjadi karena selain di sekolah mereka harus bersosialisasi dengan orang luar, kehidupan sehari-hari juga menuntut Suku Anak Dalan untuk lebih sering bersosialisasi dengan orang luar, karena perumahan yang Suku Anak Dalam tempati berada di lingkungan dan di sekitar rumah warga atau hampir semua tetangga mereka adalah orang luar. Dengan berpindah serta bertempat tinggal Suku Anak Dalam di sekitar atau bertetangga dengan orang luar telah merubah anggapan serta persepsi Suku Anak Dalam terhadap orang luar. Dengan berteman dengan orang luar komunikasi serta interaksi mereka menjadi semakin baik dan semakin sering. Fenomena tersebut membuat mereka saling membuka diri satu sama lain.


KESIMPULAN 
            Pada awalnya, Suku Anak Dalam cenderung memiliki persepsi negatif terhadap pendidikan yang disosialisasikan oleh pemerintah. Hal itu terjadi karena bertentangan dengan ajaran nenek moyang mereka, sehingga Suku Anak Dalam merasa tidak perlu bersekolah. Namun seiring dengan perkembangan waktu, persepsi mereka mulai berubah. Suku Anak Dalam merasa senang dengan bersekolah, karena ketika bersekolah mereka akan mendapatkan makanan serta beberapa fasilitas yang dibagikan oleh pihak sekolah. Ada beberapa faktor yang akhirnya mampu membuat para Suku Anak Dalam antusias menerima pendidikan.

           Penerimaan Suku Anak Dalam dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, seperti adanya imbalan atau sesuatu yang menarik yang diberikan dan disampaikan oleh pemerintah. Serta adanya dorongan atau ‘perintah’ dari orang tua mereka untuk bersekolah. Meskipun dorongan itu datang dari orang tua mereka dilatar belakangi dengan adanya imbalan berupa akan
dibagikannya pakaian baru (seragam sekolah) dan makanan oleh pihak sekolah.


           Dengan bersekolahnya Suku Anak Dalam, pengalaman-pengalaman baru didapat oleh mereka. Mereka menemukan dan  memiliki banyak teman baru serta bersosialisasi dengan
orang luar (bukan Suku Anak Dalam) menjadi pengalaman baru yang didapat
ketika bersekolah. Dalam pemberian beberapa fasilitas mereka mampu menggunakan dan mengoptimalkan peralatan elektronik, memiliki kemampuan membuat serta log in sosial media seperti facebook di handphone juga dimiliki oleh individu Suku Anak Dalam setelah
bersekolah. Hal ini didasari pada kemampuan yang diberikan seperti menulis, membaca, dan berbahasa Inggris ketika mereka bersekolah.

3 komentar:

  1. Sedikit dipoles lagi, oke... XD

    BalasHapus
  2. Mana latar belakang, tinjauan Pustaka, tujuan dan metodenya?

    BalasHapus
  3. Casinos Near Harrah's Casino - Mapyro
    Find Casinos Near Harrah's Casino, Clark 포천 출장안마 County, LA near Harrah's 대구광역 출장마사지 Casino. 제천 출장샵 The only casino located in Clark County that 이천 출장마사지 you 출장샵 may drive, Harrah's Casino is

    BalasHapus